Senin, 02 Mei 2011

Masa Kodifikasi Hadist Dan Penyebarannya

Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern WorldI. PENDAHULUAN
Sebelum kita
membahas tadwin al-
hadist atau yang dikenal
sebagai
masa kodifikasi
hadist, ada baiknya kita
kaji pertumbuhan hadist
pada masa tabi'in,
karena sedikit banyak
ada beberapa alasan
dan rasionalisasi urgensi
kodifikasi hadist.
Pada masa
tabi'in, al-qur'an telah
dikumpulkan dalam satu
mushaf dan para
sahabat telah tersebar
ke beberapa wilayah
kekuasaan islam,
sehingga para tabi'in
dapat mempelajarei
hadist dari mereka.
Ketika pemerintahan
dipegang oleh Bani
Umayah, wilayah
kawasan islam telah
meliputi Mesir, Persia,
Iraq, Afrika Selatan,
Samarkand, dan
spanyol, di samping
Madinah, Mekah,
Basrah, Syam, dan
Islamic book of the dead: A collection of Hadiths on the Fire & the Garden

Khurasan. Pesatnya
perluasan wilayah
kekuasaan islam, dan
meningkatnya
penyebaran
para
sahabat ke daerah-
daerah tersebut
menjadikan masa ini
dikenal sebagai masa
penyebaran
periwayatan
hadist
(Intisyar ar-Riwayah Ila
al-Amshar).
[1]
Perluasan
wilayah islam
mendatangkan sebuah
tanggungjawab besar
untuk menjaga
kesatuan dan
membendung
kepentingan
kelompok,
namun pergolakan
politik memang tidak
bisa
dihindarkan.sebenarnya
sejak
masa sahabat
telah terjadi pergolakan
politik yang nyata,
ditandai dengan
terjadinya perang Jamal
dan perang Shiffin, yaitu
ketika kekuasaan
dipegang oleh Ali Bin
Abi Thalib. Namun,
akibatnya cukup
panjang dan berlarut-
larut dengan
terpecahnya umat islam
kedalam beberapa
kelompok (Khawarij,
Syi'ah, Muawwiyah dan
golongan mayoritas
yang tidak masuk
kedalam salah satu
kelompok tersebut).
[2]
Sejak
terbunuhnya khalifah
Usman bin Affan dan
tampilnya Ali bin Abu
Thalib serta Muawiyah
yang masing-masing
ingin memegang
jabatan khalifah, maka
umat Islam terpecah
menjadi tiga golongan,
yaitu syiah. khawarij,
dan jumhur. Masing-
masing kelompok
mengaku berada dalam
pihak yang benar dan
menuduh pihak lainnya
salah. Untuk membela
pendirian masing-
masing, maka mereka
membuat hadis-hadis
palsu. Mulai saat itulah
timbulnya riwayat-
riwayat hadis palsu.
Orang-orang yang mula-
mula membuat hadis
palsu adalah dari
golongan Syiah
kemudian golongan
khawarij dan jumhur,
Tempat mula
berkembangnya hadis
palsu adalah daerah
Irak tempat kamu syiah
berpusat pada waktu
itu.
[3]
Namun,
pemahaman sejarah ini
tentunya harus kita kaji
ulang lewat beberapa
susut pandang yang
berbeda, karena ini
akan berhubungan
langsung dengan siapa
yang berkuasa di saat
hadis dikodifikasikan.
Langsung
ataupun tidak, dari
pergolakan politik
tersebut membawa
pengaruh besar
terhadap
perkembangan
hadis
berikutnya, setidaknya
ada dua pengaruh
secara langsung yang
berhubungan dengan
perkembangan hadis,
yang pertama dan
negatif adalah
munculnya banyak hadis
palsu untuk medukung
kepentingan politik
kelompok tertentu dan
menjatuhkan lawan
politiknya. Pengaruh
yang bersifat positif
ialah adanya rencana
untuk mengkodifikasi
hadis atau dikenal
dengan tadwin al-hadist
sebagai bentuk
penyelamatan terhadap
pemusnahan dan
kehadiran hadis, akibat
konsukensi logis dari
pergolakan politik
tersebut.
II. PENGHIMPUNAN HADIS
Secara bahasa,
tadwin diterjemahkan
dengan kumpulan
shahifah (mujtama' al-
Shuhuf). Secara luas
tadwin diartikan dengan
al-Jumu'(mengumpulkan). Al-Zahrani merumuskan
pengertian tadwin
sebagai berikut:
Artinya: mengikat yang
berserak-serak
kemudian
mengumpulkannya
menjadi satu diwan atau
kitab
yang terdiri dari
lembaran-lembaran.
[4]
Pada masa
Khalifah Umar Bin
Khattab, beliau pernah
mencetuskan ide untuk
mengkodifikasi hadis,
namun ide tersebut
urung dilaksanakan
karena beliau khawatir
itu akan mengganggu
para sahabat dalam
mempelajari al-Qur'an
atau bahkan terjadi
pencampur-adukan di
dalamnya. Pada masa
Khalifah Umar Bin Abdul
Aziz yang dinobatkan
pada akhir abad
pertama hijriyah. Selain
alasan di atas beliau
juga khawatir dengan
banyaknya para pe-rawi
hadis yang semakin
sedikit jumlahnya
karena meninggal
dunia. Sehingga pada
tahun 100 Hijrah
Khalifah Umar bin Abdul
Aziz memerintahkan
gubernur Madinah, Abu
Bakar bin Muhammad
bin Amer bin Hazm
supaya membukukan
hadis-hadis Nabi yang
terdapat pada para
penghapal.
[5]
Sebagaimana tertuang
dalam suratnya:
Artinya:
Perhatikan atau
periksalah hadis-hadis
Rosulullah S.A.W.
kemudian tuliskanlah!
Aku khawatir akan
lenyapnyailmu dengan
meninggalnya para
ulama (para ahlinya).
Dan jangalah kamu
terima kecuali hadist
Rosulullah.
[6]
Khalifah
mengintruksikan
kepada
Abu Bakar bin
Hazm agar
mengumpulkan hadis-
hadis yang ada pada
Amrah binti
Abdurrahman al-Anshari
(murid kepercayaan
Sitti Aisyah) dan Al-
Qashim bin Muhammad
bin Abi Bakar. Intruksi
yang sama juga ia
berikan kepada
Muhammad bin Syihab
Az-Zuhri yang dinilainya
sebagai orang yang
lebih banyak
mengetahui hadis dari
pada yang lain.
[7]
Ulama yang
pertama kali berhasil
menghimpun hadis
dalam satu kitab
sebelum khalifah
meninggal adalah
Muhammad bin Muslim
bin Syihab bin Zuhri al-
Madani (w. 124 H) ia
seorang ulama besar di
Syam dan Hijaz.
Sepeninggalan Khalifah
Umar bin Abdul Aziz
kegiaan penghimpunan
hadis berjalan terus.
Pada thabaqot setelah
thabaqot az-Zuhri dan
Abu Bakar bin Hazm,
bermunculan banyak
penghimpun hadis
terkemuka. Dan dalam
hal ini para ulama
berbeda pendapat
mengenai karya siapa
yang terdahulu muncul.
Ada yang berpndapat,
bahwa ulama yang
pertama kali
menghimpun hadis pada
thabaqot ini adalah Ibnu
Juraij (w.150 H). Ada
juga yang mengatakan,
bahwa orang yang
terdahulu menghimpun
hadis dalam sebuah
kitab adalah Malik bin
Anas (w. 179 H), namun
ada juga yang
berpendapat orang
tersebut bukan lah
keduanya, melainkan al-
Rabi' bin Subaih.
[8]
Pada thabaqat
ini, yaitu pada abad
kedua hijrah,
pengumpulan hadis nabi
masih bercampur
dengan qaul sahabat
dan fatwa-fatwa at-
Tabi'in, Artinya karya-
karya mereka tidak
hanya menghimpun
hadis Nabi, tetapi juga
menghimpun fatwa-
fatwa sahabat dan
tabi'in.
[9]
Meskipun
pada masa ini tergolong
banyak penghimpun
hadis yang terkenal,
namun sangat
disayangkan karya
besar mereka yang
sampai kepada kita
sangatlah terbatas,
diantaranya asalah al-
Muwatha' karya Imam
Malik bin Anas.
III. PENYELEKSIAN DAN
PENYEMPURNAAN
PENGHIMPUNAN HADIS
Telah dikatakan
sebelumnya bahwa
penghimpunan hadis
pada thabaqot pertama
masih tercampur
didalamnya dengan
fatwa para sahabat dan
thabi'in, sehingga
dilakukan penyaringan
dan seleksi hadis pada
saat dinasti Abassiyah
berkuasa, tepatnya
pada masa
pemerintahan khalifah
al-Makmun sampai
dengan al-Muktadir,
yaitu pada abad ke-II
hijrah (sekitar tahun
201-300 H)
[10]
Pada masa ini
para penghimpun hadis
benar-benar mencoba
memisahkan klasifikasi
hadis-hadis yang maqbul
dari
yang mardud
dengan menggunakan
metode isnad dan
sanad. Metode isnad
dan sanad ialah metode
yang digunakan untuk
menguji sumber-sumber
pembawa berita hadis
(perawi) dengan
mengetahui keadaan
para perawi, riwayat
hidupnya, kapan dan
dimana ia hidup, kawan
semasa, bagaimana
daya tangkap dan
ingatannya dan
sebagainya. Ilmu
tersebut dibahas dalam
ilmu yangdinamakan
ilmu hadis dirayah, yang
kemudian terkenal
dengan ilmu
musthalahul hadis.
[11]
Orang yang
pertama kali menyusun
kitab musnad adalah
Abu Dawud bin al-Jarud
at-Thayalisi (133-204 H).
Kemudian disusul oleh
ulama semasanya dari
kalangan atba' al-thabi'in dan generasi
sesudahnya, antara lain:
(1). Asad bin Musa al-
Umawi (w. 212 H), ia
ulama pertama yang
menyusun kitab musnad
di Mesir, (2). Ubaidillah
bin Musa al-Abasi (w.
213 H), (3). Musaddad al-
Basri
(w. 228 H), (4).
Yahya bin Abd al-Hamid
al-Hamani al-Kuffi (w.
228 H), menurut Ibn Adi,
beliau lah yang pertama
kali menyusun kiab
musad di Kuffah, (5).
Nu'aim bin Hammad al-
Khaza' al-Misri (w. 228
H), (6). Ahmad bin
Hambal (164-241 H), al-
musnad Ahmad bin
Hambal ini oleh ulama
dipandang sebagai al-
musnad yang paling
lengkap dan
komprehensif, (7). Ishaq
bin Rahawiyah (161-238
H), (8). Utsman bin Abu
Syaibah (156-239 H),
Ya���qub bin Abi Syaibah
(w. 363 H), dan lain
sebagainya. Karena al-
musnad merupakan
karya yang menghimpun
hadis Rasul yang disusun
berdasarkan nama
sahabat periwayat
hadis, maka masing-
masing penyusun
menggunakan beragam
cara di dalam menyusun
nama-nama sahabat.
Kalangan mereka ada
yang menyusun nama
sahabat berdasarkan
urutan masa masuk
islam, dan ada pula yang
menyusun nama sahabat
berdasarkan
huruf
mu'jam (alphabet).
[12]
Selain itu, pada
pertengahan abad ke-2
H telah muncul juga
karya-karya himpunan
hadis yang babnya
tersusun-susun seperti
bab-bab dalam ilmu
fiqh. Penyusun karya
macam ini ada yang
membatasi karyanya
hanya menuturkan
hadis-hadis shahih, dan
ada juga penyusun yang
selain menghimpun
hadis shahih, juga
menghimpun hadis-hadis
yang
kualitasnya di
bawah hadis shahih.
Adapun
penyusun yang
membatasi hadis-hadis
yang dihimpunnya
berkualitas shahih
adalah seorang ulama
terkemuka Abu
Abdullah Muhammad
bin Ismail al-Bukhori
(194-252 H) dengan
kitabnya al-Jami' al-Musnad as-Shahih al-
muktashar bil umur al-
Rasulallah wa Sunanihi
wa Ayyamihi dan lebih
dikenal dengan sebutan
al-Jami' al-Shahih.
Sedangkan kitab hasil
karya Muslim bin Al-Hajjaj al-Qusyairi
(204-261 H) berjudul al-
Musnad al-Shahih al-
Mukhtasar min al-Sunan
bi Naql al-Adl 'an Adl
Rasul Allah S.A.W dan
dikenal dengan sebutan
al-Jami' al-Shahih.
[13]
Berkat keuletan
dan kerja keras para
ulama hadis pada masa
ini, maka
bermunculanlah kitab-
kitab hadis yang hanya
memuat hadis-hadis
shahih. Kitab-kitab
tersebut pada
perkembangannya
dikenal
dengan sebutan
kutub as-sittah (kitab
induk yang enam).
Kutub al-Sittah
merupakan sebutan
untuk beberapa karya
ulama besar hadis pada
masa penyempurnaan
kodifikasi hadis, yaitu
oleh Imam Bukhori
(194-525 H), Imam
Muslim ( 204-261 H), Abu
daud Sulaiman bin al-
Asy'as bin Ishak as-
Sijistani (202-275 H), Abu
Isa Muhammad bin Isa
bin Surah At-Tirmidzi
(200-279 H), Abu Abdul
ar-Rahman bin Suaid Ibn
Bahr An-Nasa'I (215-302
H), dan Abu Abdillah
Ibnu Yazid Ibnu Majah
(207-273 H), adapun
karya keempat ahli
hadis terakhir disebut
sebagai kitab As-Sunan.
Menurut para ulama,
kualitas As-Sunan
berada dibawah kitab
As-Shahih karya Bukhari
dan Muslim.
Secara lengkat
kitab-kitab yang enam
diurutkan sebagi
berikut:
1. Al-Jami' As-Shahih
susunan Al-Bukhari
2. Al-Jami' As-Shahih
susunan Muslim
3. As-Sunan susunan Abu
Daud
4. As-Sunan susunan
Tirmidzi
5. As-Sunan susunan Nasa'i
6. As-Sunan susunan Ibnu
Majah
[14]
Dengan
demikian, pada masa ini
lah kodifikasi secara
sistematis, kritis dan
yang dilakukan dengan
penuh kehati-hatian
dalam menyeleksi
benar-benar
terselesaikan.
Setelah
ini tidak ada lagi karya-
karya ahli hadis yang
memiliki kualitas atau
menyamai kualitas al-
Kutub al-Sittah
tersebut. Masa-masa
kelengkapan pada masa
abad ke-3 Hijrah ini
disebut masa al-
Dzahabi,
[15]
pada masa
ini para poembesar
imam hadis telah
bermunculan dan al-
Kutub al-Sittah telah
selesai disusun.
IV. MASA PENGEMBANGAN
DAN PENYEMPURNAAN
SISTEM PENYUSUNAN
KITAB-KITAB HADIS
Setelah masa-
masa penyeleksian dan
penyempurnaan
penghimpunan
hadis,
terlebih setelah
munculnya al-Kutub al-
Sittah dan al-Muwattha'Malik serta Musnad
Ahmad bin Hambal, para
ulama
hadis mulai
mengalihkan
perhatiannya
untuk
menyusun kitab-kitab
jawami', kitab Syarah
muhtasyar, men-takhrij,
menyusun kitab Athraf
dan jawa'id serta
melakukan penyusunan
kitab hadis untuk topik-
topik tertentu.
Diantara ulama
yang masih melakukan
penyusunan kitab hadis
yang memuat hadis-
hadis shahih ialah Ibnu
Hibban Al-Bisti (w. 354
H), Ibnu Huzaimah (w.
311 H), dan Al-Hakim Al-
Naisaburi
[16]
(321-405
H)
[17]
. Namun, pada
masa ini penyusunan
kitab mengarah kepada
usaha mengembangkan
dengan beberapa variasi
pentadwinan
terhadap
kitab-kitab yang sudah
ada, diantaranya
dengan mengumpulkan
isi kitab shahih Bukhari
dan Muslim,
sebagaimana yang
dilakukan oleh
Muhammad Ibnu
Abdillah Al-Jauzaqi dan
Ibnu Al-Furrat. Mereka
juga mengumpulkan isi
kitab yang sama, seperti
yang
dilakukan oleh
Abdul Al-Haq Ibnu Abdul
Ar-Rahman As-Syabili
(lebih dikenal dengan
Ibnu Al-Kharrat), Al-
Fairu Az-Zabadi, dan
Ibnu Al-Asir Al-Jazari.
Ada juga yang
mengumpulkan kitab-
kitab hadis mengenai
hokum, seperti yang
dilakukan oleh Ad-
Daruqutni, Al-Baihaqi,
Ibnu Daqiq Al-Ied, Ibnu
Hajar Al-Asqalani, dan
Ibnu Qudamah Al-
Maqdisi.
[18]
Masa
perkembangan hadis
yang terkhir ini
berlangsung cukup
lama, yaitu mulai abad
keempat hijriyah dan
berlangsung terus
sampai beberapa abad
sesudahnya hingga abad
kontemporer.
[19]
Dengan demikian masa
perkembangan
penyempurnaan
hadis
melewati dua fase
sejarah perkembangan
islam, yaitu fase
pertengahan dan fase
modern hingga
sekarang.
Gerakan tadwin
di satu sisi menyimpan
khazanah ilmu para
ulama; tapi di sisi lain
menyebabkan ulama
merasa cukup dengan
apa yang telah tersedia.
Mereka tidak merasa
perlu untuk melakukan
penelitian ulang.
Perlahan-lahan
berkembanglah
tradisi
membuat syarah dan
matan. Maksudnya
untuk memudahkan
pemabaca memahami
kitab-kitab rujukan.
Mereka menjelaskan
kata-kata ataupun
kalimat-kalimat secara
sematik, atau
menambahkan
penjelasan
dengan
mengutip kata-kata
ulama lain. Tidak jarang
syarah suatu kitab di-
syarahi dan di-syarahi
lagi. Untuk shahih Al-
Bukhari saja (sepanjang
yang diketeahui) ada
tiga kitab syarah,yaitu:
Fath al-Barry, Irsyad al-
Syari, Umdat al-Qarry,
ada pula beberapa kitab
yang men-syarah al-
Muwattha' karya Imam
Malik.
[20]
V. KESIMPULAN
Kodifikasi hadis
tentunya tidak terlepas
dari pengaruh gejolak
perpolitikan Negara
Islam yang mulai
melebarkan sayapnya
kebeberapa daerah lain,
serta tidak pula luput
dari inisitif
pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz khalifah
berkuasa kala itu yang
mengambil tindakan
preventif untuk
mencegah terjadinya
penyalahgunaan dan
pemalsuan hadis,
meskipun harus dicatat
bahwa sangat mungkin
hadis juga diintervensi
oleh penguasa saat itu
untuk melegitimasikan
kekuasaannya dan
membenarkan
tindakannya,
mengingat
inisiatif kodifikasi
muncul setelah adanya
perpecahan dalam islam
baik oleh permasalah
politis maupun
ideologis.
Pada masa
penghimpunan perdana,
para asli hadis belum
melakukan banyak
seleksi terhadap ke-
shahih-an hadis, namun
hanya membukukan
hadis yang terkumpul
dari beberapa ulama
yang (dianggap)
dipercaya saat itu
memiliki bank hadis
yang cukup memadai.
Pasca kodifikasi
hadis yang dilakukan
oleh Muhammad bin
Muslim bin Syihab al-
Zuhri al-Madani dan Abu
Bakar
bin Hazm,
penyeleksian hadis
dengan metode sanad
dan isnad terus
dilakukan secara
intensif untuk
memisahkan yang
shahih, dhaif, atau
bahkan matrud. Kerja
keras para ulama masa
ini menghasilkan dua
kitab shahih dan empat
kitab sunan, yang
keenamnya kemudian
kita kenal dengan al-
kutub al-sittah.
Masa setelah
terkodifikasinya al-
kutub al-sittah,
pengkodifikasian hadis
hanya berupa
penyempurnaan system
penyusunan kitab-kitab
hadis. Para ulama
mengalihkan
perhatiannya
pada
takhrij al-hadis,
menyusun kitab hadis
pertopik/tema, dan lain
sebagainya. Masa ini
terbentang dalam
waktu yang sangat
panjang yaitu mulai dari
abad keempat hijriyah
dan berlangsung hingga
sekarang. Artinya, masa
ini telah melewati dua
fase sejarah
perkembangan islam,
yaitu fase pertengan
dan fase modern.
[1] Mudasir, Ilmu Hadis
(Bandung:Pustaka Setia,
2007), 101.
[2] Mohammad Nur
Ichwan, Studi Ilmu Hadis
(Semarang: RaSAIL
Media Group, 2007), 89.
[3] Arsip Pustaka Islam,
Ulumul Hadis, dalam
http://
www.cybermq.com/
index.php?pustaka/
detail/4/1/
pustaka-93.html

(19
September 2008).
[4] Munzier Suparta,
Ilmu Hadis (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada,
1993), 88.
[5] Muhammad Ahmad-
M. Mudzakir, Ulumul
Hadis (Bandung: Pustaka
Setia, 2000), 33.
[6] [6] Mudasir, Ilmu
Hadis, 105.
[7] Ibid., 106.
[8] Mohammad Nur
Ichwan, Studi Ilmu
Hadis, 92.
[9] Ibid., 92.
[10] Mudasir, Ilmu Hadis,
109.
[11] Muhammad Ahmad-
M. Mudzakir, Ulumul
Hadis, 34.
[12] Mohammad Nur
Ichwan, Studi Ilmu
Hadis, 93.
[13] Ibid., 94.
[14] Mudasir, Ilmu Hadis,
110.
[15] Mohammad Nur
Ichwan, Studi Ilmu
Hadis, 95.
[16] Munzier Suparta,
Ilmu Hadis, 93.
[17] Muhammad Ahmad-
M. Mudzakir, Ulumul
Hadis, 41.
[18] Mudasir, Ilmu Hadis,
111.
[19] Ibid., 111.
[20] Jalaluddin Rahmat,
Tinjauan Kritis atas
Sejarah Fiqh; dari
Khulafa
urrasyidin
hingga Madshab
Liberalisme
, dalam
http://media.isnet.org/
islam/Paramadina/
Konteks/
SejarahFiqh05.html

Sumber: http://khaerulazmi.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

SUATU KEHORMATAN UNTUK SAYA BAGI ANDA YANG TELAH MELUANGKAN WAKTU MENGUNJUNGI TEMPAT INI

ANEUK LENPIPA

Copyright © 2012 ANEUKLENPIPA by SAER Blogger Templates