Kemerdekaan Indonesia yang diraih pada 1945 sepertinya tidak membuat puas segelintir kelompok di negeri ini. Sebab, empat tahun kemudian tepatnya pada 7 Agustus 1949, NII (Negara Islam Indonesia) diproklamasikan.
SEJAK saat itu, gerakan NII terus berkembang hingga saat ini. Kini, gaya perekrutan NII tak hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Modernisasi yang melahirkan kecanggihan teknologi juga tak luput dari pantauan NII.
Alhasil, NII yang gemar merekrut anggota setelah melalui proses pencucian otak ini, saat ini juga sudah beraksi di dunia maya. Mereka semakin lihai memanfaatkan kecanggihan teknologi. Aktivis NII kini mengincar targetnya lewat jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Bahkan, lewat surat elektronik sekalipun.
“Mereka itu sekarang makin lihai. Nggak cuma pendekatan langsung tapi juga lewat jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga e-mail,” papar Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto kepada wartawan, Rabu (13/4/2011) kemarin.
Dijelaskan Sukanto, kelompok pencuci otak ini kerap memanfaatkan cara-cara baru guna mendekati calon korbannya. Namun, modus yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun, masih tetap sama.
”Apa yang diomongkan saat perekrutan selalu sama. Doktrin yang diberikan kepada korban selalu sama,” urai pria yang akrab disapa Anto ini.
Menurut Anto, kejadian yang menimpa Laila Febriani (26) adalah bukti konkrit aksi pencucian otak yang diduga dilakukan oleh KWIX NII. Seperti diketahui, perempuan berkerudung ini hilang sejak Kamis (7/4/2011) setelah makan siang dengan temannya di Jakarta. Ia kemudian ditemukan di Masjid Ata’awwun, Puncak, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/4/2011) lalu.
Saat ditemukan, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan. Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Dia mengaku namanya Maryam bukan Lian. Bahkan, suaminya, Teguh Simanjuntak yang datang menjemput pun tidak dikenalinya.
Anto menduga, Lian sengaja dibuang karena dianggap tidak bisa berkontribusi untuk organisasi yang merekrutnya.
”Lian itu linglung, saya kira dia sengaja dibuang. Dia sengaja dilepas karena dianggap tidak akan berkontribusi apa-apa,” nilai mantan anggota NII ini.
Menurut Anto, para korban yang baru saja melewati proses perekrutan biasanya akan merasa tercerahkan. Namun, ada pula beberapa orang yang justru linglung dan kebingungan.
Sebab itu, Sukanto yang pernah menjabat sebagai Camat di NII ini, mengimbau para pengguna internet agar lebih waspada. Utamanya jika mendadak “didekati” oleh seseorang yang tidak dikenalnya.
“Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat jejaring sosial, waspada,” papar pria yang akrab disapa Anto ini.
Sumber:http://monitorindonesia.com
SEJAK saat itu, gerakan NII terus berkembang hingga saat ini. Kini, gaya perekrutan NII tak hanya mengandalkan pendekatan konvensional. Modernisasi yang melahirkan kecanggihan teknologi juga tak luput dari pantauan NII.
Alhasil, NII yang gemar merekrut anggota setelah melalui proses pencucian otak ini, saat ini juga sudah beraksi di dunia maya. Mereka semakin lihai memanfaatkan kecanggihan teknologi. Aktivis NII kini mengincar targetnya lewat jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Bahkan, lewat surat elektronik sekalipun.
“Mereka itu sekarang makin lihai. Nggak cuma pendekatan langsung tapi juga lewat jejaring sosial seperti Facebook, Twitter dan juga e-mail,” papar Ketua Tim Rehabilitasi NII Crisis Center, Sukanto kepada wartawan, Rabu (13/4/2011) kemarin.
Dijelaskan Sukanto, kelompok pencuci otak ini kerap memanfaatkan cara-cara baru guna mendekati calon korbannya. Namun, modus yang digunakan setelah korban merasa tertarik dari tahun ke tahun, masih tetap sama.
”Apa yang diomongkan saat perekrutan selalu sama. Doktrin yang diberikan kepada korban selalu sama,” urai pria yang akrab disapa Anto ini.
Menurut Anto, kejadian yang menimpa Laila Febriani (26) adalah bukti konkrit aksi pencucian otak yang diduga dilakukan oleh KWIX NII. Seperti diketahui, perempuan berkerudung ini hilang sejak Kamis (7/4/2011) setelah makan siang dengan temannya di Jakarta. Ia kemudian ditemukan di Masjid Ata’awwun, Puncak, Bogor, Jawa Barat, Jumat (8/4/2011) lalu.
Saat ditemukan, Lian dalam kondisi menyedihkan. Ia hilang ingatan. Jangankan ingat keluarganya, namanya sendiri bahkan ia lupa. Dia mengaku namanya Maryam bukan Lian. Bahkan, suaminya, Teguh Simanjuntak yang datang menjemput pun tidak dikenalinya.
Anto menduga, Lian sengaja dibuang karena dianggap tidak bisa berkontribusi untuk organisasi yang merekrutnya.
”Lian itu linglung, saya kira dia sengaja dibuang. Dia sengaja dilepas karena dianggap tidak akan berkontribusi apa-apa,” nilai mantan anggota NII ini.
Menurut Anto, para korban yang baru saja melewati proses perekrutan biasanya akan merasa tercerahkan. Namun, ada pula beberapa orang yang justru linglung dan kebingungan.
Sebab itu, Sukanto yang pernah menjabat sebagai Camat di NII ini, mengimbau para pengguna internet agar lebih waspada. Utamanya jika mendadak “didekati” oleh seseorang yang tidak dikenalnya.
“Kalau tiba-tiba ada yang intens mendekati, mengajak ngobrol lewat jejaring sosial, waspada,” papar pria yang akrab disapa Anto ini.
Sumber:http://monitorindonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar