Sabtu, 30 April 2011

Pondok Pesantren Al-Zaitun dan Gerakan NII Bagai Mata Uang

Office for Mac 2011 Home & Student -Family PackTAK tertutup kemungkinan, anak buah Abdussalam Panji Gumilang ditugaskan mencari anak-anak muda, baik melalui kampus, sekolah, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan, untuk direkrut menjadi simpatisan NII tersebut.
Sukanto sendiri orang yang sudah malang melintang di NII. Dia direkrut NII setelah lulus SMA pada tahun 1996 dan pernah menjabat sebagai camat NII wilayah Tebet, Jakarta Selatan. Setelah keluar dari NII, Sukanto dan rekannya sesama mantan NII, Ken Setiawan, membentuk NII Crisis Center untuk membantu masyarakat yang menjadi korban NII sekaligus sebagai gerakan anti-NII.
Mantan wakil camat NII untuk wilayah Karanganyar, Kebumen, Bachtiar Rivai juga menyatakan Panji Gumilang atau Abu Toto merupakan pemimpin NII. Meski memiliki struktur tidak ubahnya sebuah negara, karena NII merupakan gerakan bawah tanah, maka jaringan ini beroperasi dengan sel tertutup.
Sesama camat belum tentu kenal dengan pejabat NII lainnya. Anggota seringkali hanya mengenal perekrut dan gurunya. Sementara petinggi negara mereka tidak diberi tahu, mereka hanya diwajibkan percaya saja. Dan dalam NII, semua nama sudah bukan lagi nama aslinya. “Kalau pemimpinnya Panji Gumilang pernah disebut pas acara NII. Tapi kalau pejabat lain saya tidak tahu, karena dirahasiakan, kita hanya diminta percaya saja,” kata Bachtiar.
Pengamat terorisme yang juga mantan anggota NII Al Chaidar menyatakan NII biasa melakukan pencucian otak pada orang yang mengalami kekeringan spiritual.
“Biasanya mereka tidak menggunakan cara hipnotis. Mereka melakukan brainstorming kepada seseorang yang mengalami kekeringan spiritual untuk menanamkan ideologi,” ujar Al Chaidar.
Dalam gerakan NII, pencucian otak biasa dilakukan untuk merekrut anggotanya. Pencucian otak dilakukan untuk menanamkan ideologi, hingga si korban bisa dibina sesuai tujuan mereka. Setelah cuci otak dan menjadi anggota NII, korban pun diminta berganti nama.
Sayangnya, meski korbannya sangat banyak, sangat sedikit kasus korban NII yang ditangani polisi. Kasus korban NII mirip korban perkosaan yang malu melaporkan telah menjadi korban kejahatan gerakan NII. Hingga kini pun polisi belum berbuat banyak untuk menindak gerakan NII ini.
Hasil penelitian yang dilakukan Majelis Ulama Indononesia, K.H. Ma’ruf Amin sebagai Ketua Tim Peneliti ma’had Al-Zaytun, juga mengatakan terindikasi kuat adanya relasi antara ma’had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat historis finansial dan kepemimpinan.
Hubungan historis itu terlihat pada gerakan mereka yang melakukan pencucian otak kepada orang-orang yang sangat kekeringan spiritual agama.
Lalu apa yang ditemukan MUI terhadap Pondok Pesantren Al Zaitun dan NII itu? Berikut kesimpulan dan Rekomendasi Tim peneliti MUI.
1. Ditemukan indikasi kuat adanya relasi (hubungan) antara ma’had Al-Zaytun (MAZ) dengan organisasi NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan.
A. Hubungan historis: kelahiran MAZ memiliki hubungan historis dengan organisasi NII KW IX.
B. Hubungan finansial: adanya aliran dana dari anggota dan aparat teritorial NII KW IX yang menjadi sumber dana signifikan bagi kelahiran dan perkembangan MAZ.
C. Hubungan kepemimpinan: kepemimpinan di MAZ terkait dengan kepemimpinan di organisasi NII KW IX, terutama pada figur AS Panji Gumilang dan sebagai pengurus yayasan.
2. Terdapat penyimpangan paham ajaran Islam yang dipraktikkan organisasi NII KW IX. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara lain dalam hal mobilisasi dana yang mengatasnamanakan ajaran Islam yang diselewengkan, penafsiran ayat-ayat Alquran yang menyimpang dan mengafirkan kelompok di luar organisasi mereka.

3. Ditemukan adanya indikasi penyimpangan paham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan kurban yang diterapkan pimpinan MAZ, sebagaimana dimuat dalam majalah Al-Zaytun.

4. Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW IX.

5. Ada indikasi keterkaitan sebagian koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri MAZ dengan organisasi NII KW IX.

Berdasarkan kesimpulan di atas, Tim MUI merekomendasikan beberapa hal kepada Pimpinan Harian MUI:
1. Memanggil pimpinan MAZ untuk dimintai klarifikasi atas temuan-temuan yang didapat dari envestigasi Tim Peneliti MAZ MUI.
2. Dikarenakan persoalan mendasar MAZ terletak pada kepemimpinannya, diharapkan Pimpinan Harian MUI dapat mengambil inisiatif dan langkah-langkah konkret untuk membenahi masalah kepemimpinan di MAZ.
3. Pimpinan Harian MUI agar mengambil keputusan yang sangat bijak dan arif menyelamatkan pondok pesantren Al-Zaytun dengan berdasarkan pada prinsip kemaslahatan umat.
Demikian kesimpulan dan rekomendasi ini dibuat untuk dapat ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amin.
Jakarta, 28 Rajab 1423 H Jakarta, 5 Oktober 2002 M

Dengan hasil tersebut, MUI memberi kontribusi berarti dalam melindungi akidah umat dari doktrin dan paham keagamaan yang menyimpang dari Alquran dan sunah.
Beberapa Poin Penting Hasil Penelitian Tim MUI
1. Perihal Sumber Dana Mahad Al-Zaytun (MAZ). Persoalan besar dan urgent yang timbul berkaitan dengan sumber dana MAZ adalah adanya berita penggalangan dana dari anggota dan aparat NII KW IX dalam proses pendirian dan perkembangan MAZ. Tim mendapati banyak sekali saksi dan sumber yang membenarkan adanya penggalian dana dengan memekai konsep-konsep ajaran Islam yang diselewengkan.
Dalam soal dana ini, tim juga menemukan adanya eksploitasi dan pemaksaan, sehingga anggota tergiring untuk melakukan tindakan kriminal. Saksi dan sumber, seperti para mantan anggota NII KW IX dari berbagai wilayah, para orang tua/wali, para mantan petinggi NII KW IX, Badan Intelejen Mabes Polri, Mantan Kabakin, Z.A. Maulani, serta masukan dari anggota yang masih aktif, secara eksplisit mengakui adanya penggalangan dana tersebut.
Setiap anggota yang masuk NII KW IX harus dibai’at dan membayar shadaqah hijrah dalam jumlah yang telah ditetapkan sebagai pembersih jiwa dan tanda perpindahan kewarganegaraan RI menjadi warga negara NII KW IX. Setelah masuk, setiap anggota diwajibkan menjalankan program, seperti binayah al-aqidah (pembinaan akidah), binayah al-dzarfiyah (pembinaan teritorial), binayah mas’uliyah (pembinaan aparatur), binayah maliyah (pembinaan keuangan), dan binayah al-shilah wa al-muwashalah (pembinaan komunikasi).
Dari kelima program itu, binayah maliyah (pembinaan keuangan) yang paling mendominasi. Dalam praktiknya, tim menemukan program binayah maliyah tidak hanya kegiatan penggalangan dana, tetapi juga program mobilisasi dana yang dibebankan kepada warga dan aparat NII KW IX.
Ironisnya, tim menemukan penggalangan dana itu dibungkus dengan term-term (istilah-istilah) keagamaan yang ditafsirkan secara sembarang, seperti shadaqah hijrah, infak, qiradl, al-fa’i, shadaqah istighfar, shadaqah tahkim, shadaqah munakahat, dan lainnya.
Dari kesaksian mantan mudarris mah’ad Al-Zaytun, tim menemukan bahwa penyimpangan perilaku itu mendapat legitimasi dari doktrin ajaran NII KW IX sendiri. Dalan ajaran mereka, sekarang dikategorikan sebagai periode Mekah, yakni periode menegakkan negara Islam. Menurut doktrin mereka, perang adalah tipu daya, bukan perang jika tidak ada tipu daya. Oleh karena itu, menipu diperbolehkan.
Income keuangan MAZ sebagian besar berasal dari pengumpulan dana di tingkat teritorial (idariyah). Dari tingkat teritorial, dana kemudian dikirim ke MAZ. Bukti otentik adanya aliran dana diakui tim, memang sulit ditemukan, karena organisasi ini menggunakan sistim sel tertutup. Tetapi, indikasinya terlihat bahwa setiap sel di berbagai tempat memiliki kesamaan pola gerakan, istilah yang digunakan, format surah, dan catatan penerimaan dan pengeluaran uang.
2. Dugaan Keterkaitan Pemimpin MAZ dengan NII KW IX
Berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian sejumlah sumber, tim melihat ada indikasi keterkaitan antara pemimpin Al-Zaytun dengan NII KW IX. Keterkaitan itu hingga kini masih terus berlangsung. Menurut data yang diterima tim, dalam struktur terbagi dua: aparatur fungsional (mereka yang berada di MAZ) dan aparatur teritorial (mereka yang berada di luar MAZ). Penggalangan dana berjalan dari teritorial ke MAZ.
Tim menemukan bahwa keterkaitan MAZ dengan NII KW IX bukan hanya pada sosok AS Panji Gumilang, tetapi juga orang-orang yang duduk sebagai pengurus yayasan. Data yang didapat tim menunjukkan bahwa seluruh pengurus atau eksponen adalah para petinggi NII KW IX.
3. Sistem Pendidikan di MAZ
Pada prinsipnya, tim menyimpulkan belum ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam kegiatan belajar-mengajar, aktivitas ibadah dan aktivitas santri sehari-hari di MAZ, termasuk juga tidak ditemukan deviasi dalam kurikulum MAZ. Namun demikian, tim melihat ada dua persoalan keagamaan menyimpang yang dilakukan pemimpin pesantren, yakni masalah zakat fitrah dan kurban.
Penyimpangan mengenai zakat fitrah terjadi karena zakat fitrah tidak diberikan kepada fakir miskin untuk hari raya, melainkan untuk pembangunan MAZ. Demikian pula dengan kurban yang tidak dilakukan dalam bentuk penyembelihan hewan kurban, tetapi diganti dengan sejumlah uang untuk pembangunan pesantren.
4. Mudarris (Guru)
Informasi yang didapat tim dari berbagai sumber dan penelitian lapangan, sebagian mudarrismudarris yang berasal dari NII dengan yang bukan, karena mereka menutup diri dan berbaur menjadi satu di MAZ, namun hal itu tampak jelas jika ada even-even tertentu. berasal dari anggota aparat NII KW IX di tingkat teritorial. Tim mengakui sangat sulit membedakan
Dalam proses belajar-mengajar, mudarris yang berasal dari NII KW IX tidak diperbolehkan memasukkan doktrin/ajaran NII ke santri. Hal ini didasarkan ketentuan dari pimpinan MAZ bahwa proses belajar-mengajar harus steril dari nuansa ke-NII-an.

5. Lingkaran Luar/Koordinator Wilayah MAZ
Tim menemukan indikasi adanya keterkaitan sebagian koordinator-koordinator wilayah NII sebagai tempat rekrutmen santri MAZ. Masing-masing santri direkrut melalui bantuan koordinator wilayah di daerah masing-masing.
Tim dapat informasi, satu tahun sebelum MAZ dibuka, pimpinan MAZ membuat koordinator-koordinator wilayah. Para mantan NII KW IX yang direkrut menjadi koordinator wilayah dikirim ke berbagai daerah. Mereka bertugas merekrut santri baru yang akan masuk MAZ.
Koordinator wilayah hanya mengurus proses administrasi serta memberikan bimbingan menghafal Juz ‘Amma sebagai syarat masuk MAZ. Namun, berdasarkan pengakuan sejumlah santri, mereka ada juga yang masuk dengan mendatangi langsung MAZ.
Sumber:http://monitorindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

SUATU KEHORMATAN UNTUK SAYA BAGI ANDA YANG TELAH MELUANGKAN WAKTU MENGUNJUNGI TEMPAT INI

ANEUK LENPIPA

Copyright © 2012 ANEUKLENPIPA by SAER Blogger Templates